Selasa, 12 Agustus 2008

pagi GERIMIS

1.
PAGI GERIMIS
Malam ke malam berlalu dengan cepat, seolah senja tak pernah datang. Hanya pagi dan malam. Terbanglah burung emprit mencari makan, dan ketika malam datang ribuan orang mengukir mimpi, sang burung terkantuk-kantuk di dahan kering yang lapuk. Sedangkan diruang lain orang menjadi liar, layaknya burung hantu lapar memburu seekor tikus dan ular.

Begitulah hidup ini.
Mimpi dan perjuangan.
Untuk memangsa atau dimangsa.

2.
PAGI GERIMIS
Orang-orang sibuk merapikan kedok dan segala aksesoris yang ia kenakan di tubuhnya. Babak baru drama kehidupan sudah dimulai.

Lantas aku menjadi siapa hari ini?

Dan siapakah yang menjadi aku hari ini?!

3.
PAGI GERIMIS
Dimanakah debu di tepi jalan?
Apakah ia sedang disetubuhi ribuan rintik.

4.
PAGI GERIMIS
Kota bergerak bangun dari tidurnya, dan desa terjaga menghampiri lambaian batang padi yang tertiup angin. Seribu keinginan, seribu hasrat menggelayut dihiruk pikuk kota, ia bergerak merangkul rintih desa yang tersisih, namun kesunyian desa sempat sesaat menina bobokan kelopak mata yang lelah. Kota dan desa seperti sepasang kekasih yang sedang merindu. Seperti kantuk yang mengajak tidur, karena bercinta telah usai.

5.
PAGI GERIMIS
Ada yang tertahan di balik kelopak mata yang lelah, biarkan ia menjadi awan yang diombang-ambingkan angin. Namun gerimis pagi ini pertanda kalau kesedihan tak bisa sembunyi di balik kelopak mata yang sepi. Segalanya kapanpun bisa tumpah seperti gerimis pagi ini.

6.
PAGI GERIMIS
Kesunyian bersembunyi dalam tawa yang manis
Dan lagi-lagi kebisuan harus menjadi raja.

7.
PAGI GERIMIS
Apakah ini akhir dari musim hujan?
Bersiaplah, karena kekeringan sedang mengintai, perlahan mendekat bersama terik yang menyengat, ia akan mendekap membakar hingga dahaga panjang jadi kerontang.

Segalapun terbakar. MENJULUR. Menjadi lidah api.

Tegal, 27 Juni 2007
Whp_

Tidak ada komentar: